MENGENAL ILMU TAJWID

MABADI ILMU TAJWID

A.    Definisi

Tajwid secara bahasa

🖋Kata tajwid merupakan bentuk masdar dari kata :

جَوَّدَ - يُجَوِّدُ - تَجْوِيْدًا

artinya:“membaguskan”.

🖋Kata “tajwid” memiliki makna yang sama dengan istilah yang sudah populer, yaitu “tahsin”

yang berasal dari kata:    حَسَّنَ - يُحَسِّنُ – تَحۡسِينًا

Tajwid secara istilah

🖋Adapun pengertian tajwid secara istilah adalah :

إِخۡرَاجُ كُلِّ حَرۡفٍ مِنۡ مَخۡرَاجِهِ مَعَ إِعۡطَائِهِ حَقَّهُ وَ مُسۡتَحَقَّهُ

Mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluarnya beserta memberikan sifat hak dan mustahaknya.” [Taysirurrahmaan Fii Tajwiidil Quran, hal. 23]

Hak huruf adalah sifat asli yang selalu bersama dengan huruf tersebut, seperti Jahr, Isti'la', istifal dan lain sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan mustahak huruf adalah sifat yang nampak sewaktu-waktu, seperti tafkhim, tarqiq, ikhfa' dan lain sebagainya.

B.     Pokok Bahasan

Pokok bahasan tajwid mencakup kalimat Al-Quran dengan memberikan hak beserta mustahak huruf-hurufnya tanpa disertai dengan takalluf atau ta’assuf dalam pengucapannya karena ini adalah salah satu bentuk penjagaan wahyu.

C.    Manfaat

Manfaat mempelajari ilmu tajwid adalah sebagai berikut:

1.      Menjaga lidah dari lahn (kesalahan ketika membaca Al-Quran).

Kesalahan dalam membaca Al-Qur’an, dikategorikan dalam dua macam, yaitu:

a.       Al-lakhnu al-jaliy  (kesalahan besar/fatal)

Yaitu kesalahan yang terjadi ketika membaca lafadz-lafadz dalam Al-Qur’an yang dapat mengubah arti dan menyalahi ‘urf qurro. Melakukan kesalahan ini, hukumnya haram.

Yang termasuk kesalahan jenis ini antara lain:

1)      Kesalahan makhroj (titik/tempat keluarnya) huruf. Kesalahan ini biasanya terjadi pada pengucapan huruf-huruf yang hampir serupa, seperti: ‘a (‘ain) dibaca a (hamzah), dlo dibaca dho, dza dibaca da, tsa dibaca sa, ha dibaca kha, thi dibaca ti , dan sebagainya.

2)      Salah membaca mad, yaitu yang seharusnya dibaca pendek (1 ketukan) dibaca lebih panjang (2 ketukan atau lebih) dan sebaliknya. Misalnya: Laa (aa dibaca panjang; artinya tidak) dibaca la (a dibaca pendek; artinya sungguh-sungguh)

3)      Salah membaca harokat. Contohnya: kharokat di akhir kata benda, karena kharokat akhir kata menunjukan jabatan kata itu dalam kalimat. Contoh: yarfa’ullohu (artinya: Allah mengangkat)  di baca yarfa’ulloha (artinya menjadi: dia mengangkat Allah).

b.      Al-lakhnu al-khofiy  (kesalahan kecil)

Yaitu kesalahan yang terjadi ketika membaca lafadz-lafadz dalam Al-Qur’an yang menyalahi ‘urf qurro namun tidak mengubah arti. Melakukan kesalahan ini hukumnya makruh.

Yang termasuk kesalahan jenis ini antara lain: kesalahan dalam membaca dengung (idghom, ikhfa’, iqlaab, dll), kesalahan (lebih/kurang panjang) dalam membaca mad,  kesalahan menampakkan sifat huruf (seperti: hams, qolqolah, keliru membaca tahkhim/tarqiq), dan lain sebagainya.

Kesalahan membaca Al-Qur’an, baik yang jaliy maupun yang khofiy, tetaplah sebuah kesalahan. Bila kesalahan itu tetap muncul, maka bacaan Al-Qur’an kita tidak lagi sesuai dengan bacaan saat pertama kali Al-Qur’an diturunkan.  Karena itu, marilah kita belajar ilmu tajwid ini, mudah-mudahan kita terhindar dari segala kesalahan dalam membaca Al-Qur’an.

2.      Menjaga keaslian Al-Quran,

3.       Mengharapkan ridha & pahala dari Allaahu Ta’ala

D.    Keutamaan

من أشرف العلوم وأفضلها عند المسلمين لتعلقة بكتاب الله القرآن الكريم

Merupakan ilmu yang agung dan afdhal di kalangan kaum muslimin karena terkait dengan Kitabullah Al Quranul Kariim

Bahkan dalam dunia ilmu hadits, seorang alim tidak akan mengajarkan hadits kepada muridnya sehingga ia sudah menguasai ilmu Al-Qur’an.

Di antara keistimewaannya adalah sebagai berikut:

1.  Mempelajari dan mengajarkan Al-Qur’an merupakan tolok ukur kualitas seorang muslim. Sabda Rasulullah Sholallohu'alaihi wasallam: "Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya " (HR. Bukhari)

2.      Mempelajari Al-Qur’an adalah sebaik-baik kesibukan. Allah 'azzawajalla berfirman dalam hadits Qudsi: "Barang siapa yang disibukkan oleh Al-Qur’an dalam rangka berdzikir kepadaKu dan memohon kepadaKu niscaya Aku akan memberikan sesuatu yang lebih utama daripada apa yang telah Aku berikan kepada orang-orang yang telah meminta. Dan keutamaan Kalam Allah daripada seluruh kalam yang selain-Nya seperti keutamaan Allah atas makhlukNya." (HR. Tirmidzi)

3.      Dengan mempelajari Al-Qur’an, maka akan turun sakinah (ketentraman), rahmat, malaikat dan Allah menyebut-nyebut orang yang mempelajari Al-Qur’an kepada makhluk yang ada di sisiNya. Rasulullah Sholallohu'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah suatu kaum berkumpul di satu masjid dari masjid-masjid Allah kemudian mereka membaca Al-Qur’an dan mempelajarinya, melainkan turun kepada mereka ketentraman, diliputi dengan rahmat, dinaungi oleh malaikat, dan disebut-sebut oleh Allah di hadapan makhluk-Nya." (HR. Muslim)

E.     Keterkaitan dengan ilmu yang lain

Ilmu tajwid merupakan ilmu syar’i yang berhubungan dengan Al-Quran Al-Karim. Ilmu syari yang mulia ini datang dari Allah ta’ala dengan hukum-hukumnya untuk menjaga kemurnian Al-Quran dari segi bacaannya

F.     Pencetus

Penemu dasar ilmu tajwid secara praktik adalah Rasulullah, Nabi Muhammad -shallaahu ‘alaihi wasallam-, karena beliau bertalaqqi langsung kepada Malaikat Jibril -‘alaihi as salaam- dan Jibril kepada Allah -ta’ala-, kemudian para sahabat bertalaqqi kepada Rasulallah dan tabiin bertalaqqi kepada para sahabat dan terus turun temurun hingga sampai kepada kita sekarang dengan tajwid dan tartil.

Adapun peletak dasar ilmu tajwid secara teori, maka terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang siapa peletak pertama teori ilmu tajwid.

Di bawah ini adala para imam-imam terdahulu yang dianggap sebagai generasi awal peletak teori ilmu tajwid :

Abul Aswad Ad-Duali

Hafsh bin Umar Ad duriy

Abu Ubaid Al-Qasim (w. 224 H)

Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi (w. 173 H)

Abu Muzahim Musa bin Ubaydillah Al-Khaqani (w. 325 H 

G.    Nama

Ilmu tentang Tata Cara Membaca Al Quran dikenal dengan nama : Ilmu Tajwid, Fannut Tartil atau Haqqut Tilawah 

H.    Sumber Pengambilan Ilmu

Qiraah Rasulullah -shalallahu alaihi wa salam- dari Jibril -alaihi salam- yang dilanjutkan oleh para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in, para imam qiroaah hingga sampai kepada kita saat ini dengan mutawatir. 

I.       Hukum

Hukum mempelajari Ilmu Tajwid secara teori adalah fardhu kifayah, sedangkan hukum membaca Al-Qur’an sesuai dengan kaidah ilmu tajwid adalah fardhu 'ain. Jadi, mungkin saja terjadi seorang Qori' bacaannya bagus dan benar, namun sama sekali ia tidak mengetahui istilah-istilah ilmu Tajwid semisal izh-har, mad dan lain sebagainya. Baginya hal itu sudah cukup bila kaum muslimin yang lain telah banyak yang mempelajari teori ilmu Tajwid, karena -sekali lagi- mempelajari teorinya hanya fardhu kifayah. Akan lain halnya dengan orang yang tidak mampu membaca Al-Qur’an sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu Tajwid. Menjadi wajib baginya untuk berusaha membaguskan bacaannya sehingga mencapai standar yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Sholallohu'alaihi wasallam.

Dalil kewajiban membaca Al-Qur’an dengan tajwid adalah sebagai berikut:

1.      Dalil-dalil dari Al_Qur'an

Firman Allah 'azza wajalla:

وَرَتِّلِ ٱلۡقُرۡءَانَ تَرۡتِيلًا 

"Dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil” (QS. 73:4)

Ini adalah sifat Kalamullah, maka wajib bagi kita untuk membacanya dengan apa yang diturunkan oleh Allah Azza wa Jalla.

Firman Allah Azza wa Jalla:

ٱلَّذِينَ ءَاتَيۡنَٰهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ يَتۡلُونَهُۥ حَقَّ تِلَاوَتِهِۦٓ أُوْلَٰٓئِكَ يُؤۡمِنُونَ بِهِۦۗ وَمَن يَكۡفُرۡ بِهِۦ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ 

“Orang-orang yang telah kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (Al Baqarah: 121)

Mereka tidak akan membaca dengan sebenarnya kecuali harus dengan tajwid, kalau meninggalkan tajwid tersebut maka bacaan itu menjadi bacaan yang sangat jelek bahkan kadang-kadang bisa berubah arti. Ayat ini menunjukkan sanjungan Allah Azza wa Jalla bagi siapa yang membaca Al Qur’an dengan bacaan sebenarnya.

2.      Dalil-dalil dari As Sunnah

a.       Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ketika ditanya bagaimana bacaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau menjawab bahwa bacaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam itu dengan panjang-panjang kemudian dia membaca “Bismillahirrahman arrahiim” memanjangkan (bismillah) serta memanjangkan (ar rahmaan) dan memanjangkan ar rahiim.” (HR. Bukhari)

b.      Perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada sahabat agar mengambil bacaan dari sahabat yang mampu dalam bidang ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Dari Abdullah bin Amr bin Ash berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Mintalah kalian bacaan Al Qur’an dari Abdullah bin Mas’ud, Salim Maula Abi Hudzaifah, Ubay bin Ka’ab, Mu’adz bin Jabal.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ini adalah para sahabat yang mulia, padahal mereka itu orang-orang yang paling fasih dalam pengucapan Al Qur’an masih disuruh belajar, lalu bagaimana dengan kita orang asing yang lisan kita jauh dari lisan Al Qur’an?

c.       Dan dalil yang paling kuat sebagaimana apa yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Mansur ketika Ibnu Mas’ud menuntun seseorang membaca Al Qur’an. Maka orang itu mengucapkan:

“Innamash shadaqatu lil fuqara-i wal masakin.”

dengan meninggalkan bacaan panjangnya, maka Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu katakan, “Bukan begini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membacakan ayat ini kepadaku.” Maka orang itu jawab, “Lalu bagaimana Rasulullah membacakan ayat ini kepadamu wahai Abu Abdirrahman?” Maka beliau ucapkan:

“Innamash shadaqaatu lil fuqaraa-i wal masaakiin.”

dengan memanjangkannya. (HR. Sa’id bin Mansur)

Ibnu Mas’ud langsung menegur orang ini padahal ini tidak merubah arti, akan tetapi bacaan Al Qur’an itu adalah suatu hal yang harus diambil sesuai dengan apa yang Rasulullah ucapkan.

3.      Ijma’

Seluruh qura’ telah sepakat tentang wajibnya membaca Al Qur’an dengan tajwid.

Fatwa Para Ulama Dalam Permasalahan Ini

a.       Fatwa Ibnu Al Jazary

Tidak diragukan lagi bahwa mereka itu beribadah dalam upaya memahami Al Qur’an dan menegakkan ketentuan-ketentuannya, beribadah dalam pembenaran lafadz-lafadznya, menegakkan huruf yang sesuai dengan sifat dari ulama qura’ yang sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. (Annasyr 1/210)

b.      Fatwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

Adapun orang yang keliru yang kelirunya itu tersembunyi (kecil) dan mungkin mencakup qira’at yang lainnya, dan ada segi bacaan di dalamnya, maka dia tidak batal shalatnya dan tidak boleh shalat di belakangnya seperti orang yang membaca “as sirath” dengan ‘sin’, pergantian dari “ash shirath, karena itu qira’at yang mutawatir. (Majmu’ Fatawa 22/442 dan 23/350)

Dari fatwa ini bisa kita ambil kesimpulan:

Tidak selayaknya seorang yang masih salah dalam bacaan (kesalahan secara tersembunyi) untuk menjadi imam shalat, lalu bagaimana dengan yang mempunyai kesalahan yang fatal seperti yang tidak bisa membedakan antara ‘sin’ dengan ‘tsa’ atau ‘dal’ dengan ‘dzal’, yang jelas-jelas merubah arti.

Secara tidak langsung Syaikhul Islam telah mewajibkan untuk membaca Al Qur’an dengan tajwid karena kesalahan kecil itu tidak sampai merubah arti, beliau melarang untuk shalat di belakangnya, lalu bagaimana dengan kesalahan yang besar.

c.       Fatwa Syaikh Nashiruddin Al Albany

Ketika ditanya tentang perkataan Ibnul Jazary tersebut di atas, maka beliau mengatakan kalau yang dimaksud itu sifat bacaannya di mana Al Qur’an itu turun dengan memakai tajwid dan dengan tartil maka itu adalah benar, tapi kalau yang dimaksud cuma lafadz hurufnya maka itu tidak benar. (Al Qaulul Mufid fii Wujub At Tajwid, hal. 26)

d.      Fatwa Asy Syaikh Makki Nashr

Telah sepakat seluruh umat yang terbebas dari kesalahan tentang wajibnya tajwid mulai zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sampai zaman sekarang ini dan tidak ada seorang pun yang menyelisihi pendapat ini. (Nihayah Qaul Mufid hal. 10)

J.      Permasalahan

يبحث علم التَّجويد في مجموعةٍ من القضايا والقواعد الكلية، التي يتعرَّف بها على جزئياتِ هذا العلم، التي وضعها أهلُ الأداء وعلماء القراءة، نحو: (أحكام المدِّ والقصر، والنون الساكنة، والتَّنوين).

Pembahasan ilmu Tajwid adalah permasalahan-permasalahan dan kaidah-kaidah keseluruhan, yang merupakan komponen-komponen ilmu ini, yang dikembangkan oleh para ahlul adaa (pakar) dan ulama Qiroaat, seperti Hukum Mad dan Qashr, Nun Sakinah dan Tanwin dll

 

Sumber: Panduan Praktis Tajwid & Bid’ah-bid’ah Seputar Al Qur’an serta 250 Kesalahan dalam Membaca Al Fatihah, penulis: Al Ustadz Abu Hazim bin Muhammad Bashori, penerbit: Maktabah Daarul Atsar, Magetan. Hal. 33-38, kitab taisirurr rahman fii tajwidil quran, kitab At Tuhfah Al Maalikiyyah fii talkhish Ushuli riwayah hafsh 'an ashim min thariq Asy Syatibiyyah, Tajwid Lengkap Asy syafii

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKHORIJUL HURUF

Makhorijul Huruf ( Al Lisan 1)

Makhorijul Huruf ( Al Lisan 3)